Sate atau satai adalah makanan yang terbuat dari daging yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk sedemikian rupa dengan batang kelapa atau tulang daun bambu, kemudian dibakar diatas arang. Sate disajikan dengan berbagai macam bumbu tergantung variasi resep sate. Daging yang digunakan untuk membuat sate antara lain daging ayam, kambing, domba, sapi, babi, kelinci, kuda dan lain-lain.
Sate adalah salah satu jenis makanan khas Indonesia yang banyak dijual. Biasanya para pedagang atau tukang sate berasal dari Madura, Jawa Timur. Sudah tahu belum kenapa banyak tukang sate yang berasal dari Madura?
Ternyata sejak dulu sate adalah makanan khas di Madura. Orang Madura sangat dekat dengan makanan sate. “ Sate sebagai satu olahan makanan yang sering dibuat dari zaman dulu,” kata Kadarisman Sastrodiwirjo, Mantan Wakil Bupati Pamekasan dilansir dari Kompas.
Kadarisman mengatakan akhirnya orang Madura memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman dan bekerja. Mereka pergi ke Sumatera, daerah di Jawa termasuk Jakarta, dan pulau lainnya di Indonesia.
Mantan Wakil Bupati Pamekasan periode 2003-2008 dan 2008-2013 ini juga menyatakan bahwa leluhur orang Madura memiliki jiwa maritim. “Coba perhatikan pasti di setiap daerah itu ada orang Madura yang merantau. Karena memang dari zaman dahulu, orang Madura sudah memiliki jiwa pelaut dan seorang perantau,” paparnya.
Ia mengatakan kondisi geografis Madura yang gersang juga menjadi alasan mengapa sate muncul di Madura. Untuk mencari nafkah, orang Madura memilih menjual makanan yang terbuat dari sapi, seperti ayam dan kambing, lalu membuat sate.
Oleh karena itu, karena terbiasa membuat sate, para warga Madura yang merantau akhirnya berjualan sate. Banyak warung sate di beberapa tempat di luar Madura yang sudah berjualan puluhan tahun dan memiliki pelanggan.
Lebih lanjut, orang yang akrab disapa Dadang ini menjelaskan bahwa orang Madura memiliki ketekunan dan keterampilan yang luar biasa. Dadang mengatakan, orang Madura sangat gigih karena tinggal di tanah yang gersang. “Jadi di Madura tanahnya gersang. Tanaman hampir tidak tumbuh di sana. Meski ada nasi dan lain-lain, orang Madura harus kreatif untuk bertahan hidup” kata Dadang.
Lahan yang gersang memaksa masyarakat di sana untuk berkreasi dalam memanfaatkan sumber daya alam lainnya. Kondisi tanah yang gersang, orang Madura lebih suka makan ternak dan ikan laut. Oleh karena itu, hewan ternak seperti kambing, sapi, dan ayam dijadikan makanan khas daerah. Salah satunya dibuat menjadi sate. Sate yang dekat dengan masyarakat Madura ini akhirnya dijual di daerah lain.
Masyarakat Madura yang merantau itu akhirnya menjual sate sebagai salah satu makanan khas dari Madura. Alasannya ya karena sate sangat lekat dengan masyarakat Madura,” paparnya.
Kepopuleran sate madura sampai ke tingkat dunia. Aurra Kharishma pada ajang National Costume Competition Miss Grand International 2021 mengenakan kostum sate ayam madura. Kostum yang dikenakan Aurra Kharisma meliputi kaos bergaris merah dan putih yang merupakan pakaian khas Madura.
Kemudian juga tampak penutup kepala berbentuk tusuk sate lengkap dengan dagingnya. Aura juga mengenakan kostumnya dalam bentuk sate di atas piring yang sudah siap dihidangkan, lengkap dengan irisan bawang merah, cabai, dan jeruk nipis. Di bagian rok tampak seperti tempat pemanggang sate, lengkap dengan hiasan tusuk sate dan karet terlihat menonjol di bagian belakang.
Ya. Lebih dari sekali. Beberapa kali. Setidaknya setahun sekali. Sekedar menikmati rasa asli Sate Madura, rasa asli ayam dan sapi. Kenapa tidak di Jakarta saja? Mengapa pergi ke sana? Toh di Kebayoran Lama juga banyak Sate Madura. Di Palmerah Selatan, misalnya.
Lucunya di Madura tidak ada tulisan “Sate Madura” di gerobak sate dengan kipas bambu. Seperti yang terjadi di Sumatera Barat, tidak ada label “RM Padang” saat kami berkunjung ke kota Padang.
Saya juga penasaran, kenapa orang Madura bertebaran dimana-mana? Sate dan soto masih identik dengan Madura (selain Sate Padang tentunya). Mengejar keingintahuan impulsif saya, saya “berkeliaran” di sekitar Bogor untuk mencari jawaban. Bogor, adalah salah satu spesimen untuk menggali teori-teori yang berputar-putar di kepala saya. Madura, pulau yang agak panas. Sangat panas. Lagipula itu membuatnya berkeringat.
Secara ekologis, Madura tidak memiliki tanah vulkanik. Tanahnya merupakan campuran pasir kuarsa dan mineral lainnya yang mudah terkikis oleh air pada musim hujan dan angin pada musim kemarau. Hal inilah yang mendorong orang Madura melakukan migrasi ke berbagai kota di Indonesia.
Dalam kasus kota Bogor, kisah perjalanan migrasi mereka cukup unik. Ide dan cerita menarik yang dibawa oleh para pendatang yang kembali ke tanah air mengejutkan orang-orang yang dekat dengan mereka.
OH!!! Apalagi setelah menyaksikan secara langsung keberhasilan sang kakak yang merantau ke Bogor untuk berjualan soto dan sate. Perlu diketahui bahwa budaya pemujaan peringatan kematian ini sering mereka sebut dengan istilah “turon” artinya “turun”. Satu tetap, seribu lainnya mengikuti. Inilah yang kemudian saya sebut dengan istilah “gerakan senar”.
Ikatan kuat yang dilandasi persaudaraan, persahabatan dan ketetanggaan antara orang Madura menjadi faktor penting dalam berlangsungnya migrasi berantai. Orang Madura yang sebelumnya merantau ke Bogor menjadi saluran bagi kerabatnya yang masih tinggal di tanah air untuk ikut merantau ke Bogor.
Dalam hal ini, orang Madura pertama ke Bogor menjadi sumber informasi penting bagi orang Madura lainnya. Budaya Toron (pulang) menjadi pendorong yang memungkinkan para pendatang Madura mengajak kerabatnya untuk bermigrasi ke Bogor.
Lanjut. Akankah pendatang baru ini langsung sukses berjualan sate?
Tentu saja tidak. Hal ini tidak begitu mudah. Semuanya dimulai dari nol. Pasang surut seperti lagu Kristina. Yang membuat mereka tetap hidup tidak lain adalah komunitas pendatang sebagai mata pancing mereka sendiri. Kepercayaan yang kuat di antara para pendatang merupakan modal sosial yang penting bagi mereka sebagai komunitas etnis di luar negeri. Tak heran, jika yang satu lemah, yang kuat akan membantu.
Masyarakat Madura tidak hanya memberikan gambaran persebaran suatu masyarakat ke daerah lain yang meninggalkan daerah asalnya, tetapi juga menunjukkan bagaimana masyarakat tersebut mempertahankan identitasnya di antara budaya-budaya mayoritas di daerah tujuan migrasi.
Sate kemudian menjadi salah satu pelaku masyarakat Madura yang berkarakter identik. Sate sebagai simbol kemampuan manusia untuk bertahan hidup di bumi. Itu adalah tanda sebuah suku. Menjadi identitas yang mudah dilacak dan diidentifikasi. Maka tak heran jika saat mencium aroma sambal kacang, indera penciuman Anda langsung mengenalinya sebagai hidangan yang kental dengan identitas lokal Madura.
Kapasitas migran Madura untuk memanfaatkan peluang ekonomi (sektor informal) yang tidak terjangkau oleh masyarakat lain menjadi sumber modal penting untuk bersaing di kancah persaingan regional, tanah perantauan untuk membentuk identitas yang kuat.
Keterbatasan migran Madura pada modal finansial dan manusia juga didukung oleh modal sosial yang berkembang di kemudian hari, sehingga usaha bisnis sektor informal yang diperkenalkan dalam bentuk kesadaran, salah satunya Sate Madura, menjadi ikon yang istimewa dan menarik.
No comments:
Post a Comment